Ticker

6/recent/ticker-posts

BNPT: Jangan Ada Lagi Orang Muda Jadi Teroris

Akhir Desember 2020 lalu publik Tanah Air dikejutkan dengan video pelatihan dan pola perekrutan terduga teroris muda Jamaah Islamiyah (JI) melalui pondok pesantren. Video yang diungkap Kadiv Humas Mabes Polri itu menyebutkan puluhan teroris muda telah dilatih sejak 9 tahun dan sebagian dari mereka sudah dikirim ke Suriah.

Sumber: dokumentasi BNPT


Meski sebagian pihak tak kaget dengan hal tersebut, namun pemerintah melalui Badan Penanggulangan Tindak Terorisme (BNPT) nampaknya tak mau tinggal diam. BNPT berharap tidak ada lagi masyarakat, khususnya generasi muda yang terlibat tindak terorisme maupun terpengaruh paham radikalisme ekstrimisme.

“Kita tidak ingin ada lagi orang yang berangkat ke Irak dan Syuriah, dipenjara karena urusan terorisme, maupun anak-anak Indonesia yang jadi pelaku bom bunuh diri,” kata Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar, dalam sosialisasi Perpres 7/2021 secara virtual di Jakarta Jumat (5/2/2021).

Mantan Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri ini menjelaskan, aksi ekstremisme yang mengarah ke terorisme ini bisa menyasar seluruh kelompok masyarakat. Karenanya, masyarakat diminta waspada.

“Karena aksi ini memasifkan seluruh elemen masyarakat untuk waspada jangan sampai proses radikalisasi yang terjadi dalam kehidupan kita ini diterima dengan mentah dan kemudian mempengaruhi pola pikir,” papar Doktor Ilmu Komunikasi dari Universitas Padjadjaran ini.

Dalam kesempatan yang sama Boy menyebut ada sebanyak dua ribu masyarakat Indonesia yang diketahui terlibat terorisme. Hal itu merujuk pada 20 tahun terakhir.

“Sebagian masyarakat Indonesia terlibat hukum terorisme, sudah hampir 2000 masyarakat Indonesia ini terkena berkaitan dengan terorisme di 20 tahun terakhir. Mayoritas mereka berangkat ke Irak dan Suriah dan tercatat ada 1.250 orang diantaranya sudah meninggal dunia saat ditahan,” ungkapnya.

Ini, menurut mantan Kapolda Papua adalah akibat proses radikalisasi masif baik face to face maupun dari medsos. Kondisi yang tak jauh berbeda terjadi di Indonesia. Di mana para pengikut kelompok radikalisme itu berupaya untuk mati jihad dengan melakukan aksi bom bunuh diri di tempat-tempat yang sudah ditargetkan. Tidak sedikit pula mereka memanfaatkan anak-anak di bawah umur untuk menjadi pelakunya.

Dengan adanya Perpres tersebut, maka pemerintah berupaya melakukan upaya preventif dan preentif dalam bekerja sama dengan berbagai pihak guna mmbangkitkan sikap resisten terhadap radikalisasi.

“Jadi dalam masyarakat itu diharapkan resisten terhadap adanya penyebarluasan pahan radikal, jangan sampai ada orang yang melakukan radikalisasi bahkan dalam proses radikalisasi itu bisa menyalahgunakan teks agama kemudian masyarakat kita tidak waspada,” terangnya. [AN]

Posting Komentar

0 Komentar