Ticker

6/recent/ticker-posts

Menelaah Aksi Terorisme dari Berbagai Aspek

Undang-Undang No. 5 Tahun 2018 menjelaskan bahwa terorisme adalah perbuatan yang menimbulkan suasana terror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang stretegis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.

sumber : indozone


Aksi terorisme di Makassar dan Mabes Polri beberapa waktu lalu menarik banyak perhatian masyarakat. Hal ini mengilhami diselenggarakannya diskusi perspektif toleransi dan demokrasi dalam kedua aksi terror di atas. Berikut perspektif tokoh dalam menelaah aksi terorisme di Indonesia yang berhasil dihimpun dalam sesi diskusi yang diselenggarakan oleh Public Virtue dan Forum Risalah Jakarta. Minggu, (4/4/2021) siang.

 

Sebab Terorisme dan Tafsir Agama Kata Lukman Hakim

Menteri Agama RI periode 2014-2019 ini menyoroti terorisme sebagai respon atas ketidakadilan dalam berbagai bidang. Rasa kesal dan ketidaksaaran yang ditimbulkan dari masalah-masalah yang ada mempengaruhi cara pandang menjadi ekstem. Itulah yang ia lihat dalam dua aksi terorisme di Makassar dan Mabes POLRI.

Menurutnya pula, sebab terorisme dapat ditemukan dalam tiga aspek. Pertama praktik beragama yang berlebihan, kedua tafsir keagamaan yang tidak mendasar dan yang ketiga munculnya faham yang mengoyak nilai kebangsaan.

“Saya melihat ada beberapa yang harus kita cermati dalam praktik terorisme saat ini. Pertama, praktik beragama yang berlebihan yang mengurangi harkat kemanusian. Ia mengingkari inti pokok dari ajaran baik itu sendiri.”

Kedua, kian meningkatnya tafsir keagamaan yang tidak mendasar, kleim kebenararan dipaksakan dan membenarkan dirinya sendiri. Muncul tafsir keagaamaan yang tidak mengikuti dasar keagamaan dan tidak mendasar atas kebenaran. Lalu memaksakan kehendak untuk seragam.”

Ketiga, yang perlu dicermati dan waspadai muncul pemahaman faham dan amalan keagaamaan yang mengoyak kebangsaan kita,” jelasnya rinci.

Ungkapan bahwa terorisme adalah kejahatan kemanusiaan dan tidak berhubungan dengan agama apapun. Kita harus berhati-hati dengan ungkapan tersebut. Dapat dibenarkan dengan ajaran agama yang tidak akan mengajarkan kejahatan apapun.

Lukman Hakim turut menyoroti tafsir agama yang berlebihan turut menjadi penyebab besar terjadinya terorisme. Oleh karena itu, proteksi pemerintah harus ditingkatkan guna mencegah bahaya yang dapat ditimbulkan.

“Menurut hemat saya, kita harus mengacu pada UUD negara kita, negara harus menjamin konstitusi dan memberikan proteksi dalam beragama. Boleh saja memberikan dan mengajarkan tafsir dalam beragama namun tentu dalam konteks yang benar dan tidak berlebihan. Hal ini karena tafsir agama yang berlebihan berbahaya bagi keamaman dan perdamaian,” terangnya

 

Romo Magnis Suseno: Agama Tidak Boleh Menakutkan

Menurut Romo Magnis, terorisme berbeda dengan kasus intoleransi biasa. Selain itu, dalam aspek hubungannya pada agama ia mengajak untuk membedakan sumber agama yang didapat dan amalkan oleh seseorang,

“Agama selalu ada dalam dua segi, ada segi dari Allah yang tidak bisa salah dan selalu baik serta ada yang diajarkan dari manusia ke manusia lain. Itu yang bisa saja salah dan bisa benar. Jika manusia benar, ia akan berjalan baik. Namun, jika ia memang keliru ia akan selalu menyalahkan agama sebagai alasan suatu kesalahan,” tuturnya

Romo Magnis juga menekankan bahwa tidak ada agama yang megajarkan kejahatan, agama harus positif dan memberikan cita-cita atau pengharapan yang baik.

“Agama tidak boleh menakutkan, memberikan cita cita baik yang tidak boleh menakutkan. Agama harus memberi semangat pengharapan yang baik pula. Kita sebagai agamawan juga harus berbaik hati, tidak boleh sombong karena dapat diikuti oleh umatnya,” tambahnya.

Sehubungan dengan terorisme atas dasar sentiment agama, Romo Magnis berpesan agar mengembalikan baik dan benar kepada Tuhan.

“Manusia tidak sebaiknya mengadili rahimnya Tuhan, karena Tuhan yang akan mengadili kita kelak,” tandasnya.

 

Tantangan Kepolisian

Brigjen Polisi Rusdi Hartono mengatakan, Pihak kepolisian sebagai sektor keamanan dituntut untuk memberikan rasa aman dan terus mengayomi masyarakat. Namun lebih dari itu, tantangan-tantangan banyak harus dilalui dalam rangka mewujudkannya.

Informasi tentang terorisme dan radikalisme dapat diakses berbagai sumber, internet salah satunya. Oleh karena itu, menurutnya masyarakat sendiri yang harus mulai cerdas dalam berkiterasi.

“Sesuatu yang perlu kita cermati bersama, penularan paham paham itu banyak dilakukan menggunakan internet yang diakses oleh masyarakat. Begitu cepatnya dan begitu banyaknya data yang ada seharusnya menimbulkan kesdaran masyarakat untuk pandai memilah, ia tidak boleh tersesat. Jika ia salah, ia akan disesatkan dengan apa yang ia lihat dan ia dengar,” paparnya.

Kepolisian kini juga terus berupaya memberikan edukasi dan informasi yang bertanggungjawab dalam rangka memberikan akses sehat pada masyarakat.

“Kedepannya bagaimana masyarakat dapat diberikan informasi yang resmi dan bertanggung jawab yang dilakukan oleh masyarakat. Polri melakukan ini dengan adanya polisi virtual, memberikan edukasi dan informasi yang benar, resmi dan terpercaya untuk mengedukasi, melindungi masyarakat,” tambahnya.

Tantangan menanggulangi terorisme tidak dapat diselesaikan oleh Polri saja. Oleh karenanya persatuan oleh kelompok moderat juga harus semakin ditingkatkan.

“Penting adanya persatuan dari kelompok moderat, jika tidak maka kelompok kecil akan menguasai narasi. Oleh karena itu bagaimana semua dapat bersatu bersama melawan aksi teror di tanah air. Kita juga harus sepakat, Indonesia harus membangun demokrasi sehat yang didalamnya juga ada toleransi sesuai dengan harapan bangsa,” tegasnya

 

Alisa Wahid: Keterlibatan Agama dan Terorisme

Tokoh perempuan Allisa Wahid memaparkan kekhawatiran dalam aksi terorisme yang kini kian berkembang, tidak hanya dilakukan laki-laki namun juga menjamah pada keterlibatan perempuan dan juga keluarga dalam beberapa serangkaian peristiwa bom yang ada.

Perihal anggapan tentang tidak adanya keterlibatan apapun antara agama dalam terorisme, Allisa menyatakan bahwa hal tersebut bisa saja dikatakan meleset.

“Terorisme tidak terkait dengan agama tertentu itu dapat dibenarkan karena semua agama mengajarkan kebaikan dan perdamaian. Namun jika tidak berkaitan sama sekali pada agama itu seperti meleset karena pemahaman terror dimotivasi oleh pemahaman keagamaan.  Agama memiliki karakter komunal, atas nama Tuhan agama dapat melampaui pemahaman agama untuk melakukan apa saja atas nama Tuhan,” paparnya.

Terlepas dari berbagai aspek dan perspektif yang ada, semua mengilhami dan mengutuk keras aksi terorisme yang terjadi di Indonesia. Kedamaian dan rasa aman serta tentram adalah hak hidup setiap orang sehingga teror dan kejahatan apapun adalah hal yang tidak dibenarkan.

 

Penulis: Rio Pratama

Editor: Ahmad Nurcholish

 

Posting Komentar

0 Komentar