Pontianak - Provinsi Kalimantan Barat atau yang dikenal pula dengan Kalbar terletak di bagian barat Pulau Kalimantan dan sekaligus menjadi provinsi terluas ketiga setelah Provinsi Papua dan Provinsi Kalimantan Tengah. Provinsi yang memperingati hari jadinya setiap tanggal 28 Januari ini kini dipimpin oleh Gubernur Sutarmidji dengan mengepalai lebih dari 5.414.390 jiwa (data statistic per-September 2020).

Dikutip dari kompaspedia, secara administratif, Provinsi Kaliamantan Barat terdiri dari 12 kabupaten dan 2 kota, 174 kecamatan, 99 kelurahan, dan 2.031 desa. Populasi penduduk Kalbar mencapai 5,41 juta jiwa menurut sensus penduduk 2020. Dari persebaran wilayah yang luas ini menyebabkan Kalbar terdiri dari berbagai suku, agama, ras, dan etnis serta golongan yang beragam.

Konflik Etnis di Kalbar

Ejournal.unisba.ac.id menuliskan Kalbar adalah daerah yang rawan konflik. Secara khusus konflik etnis Dayak dan Madura. Arafat (1998) mencatat sejak 1993 sampai dengan 1997, telah terjadi setidaknya 10 kali konflik dengan kekerasan. Alqadri (1999) mencatat sejak 1962 sampai 1999  telah terjadi 11 kali dan Petebang et al (2000) mencatat sejak 1952 sampai 1999 telah terjadi 12 kali konflik. Ketiganya  mencatat frekuensi konflik yang berbeda, namun mengabarkan realitas atau fakta yang sama bahwa konflik terjadi relative sering dan selalu berulang. Hal ini menunjukkan setiap 4-5 tahun setidaknya terjadi sekali konflik.

Dari sekian banyak konflik etnik di Kalbar, konflik antara Dayak dan Madura adalah yang paling mencekam dan menakutkan karena memakan korban yang banyak dan meninggalkan kesan traumatik bagi semua pihak. Konflik juga turut diikuti oleh tindak kekerasan yang melampau batas kemanusiaan berupa pembakaran rumah dan harta milik, pengusiran dari tempat tinggal bahkan pemenggalan kepala korban diikuti dengan memakan daging dan meminum darahnya.

Dari data tersebut, menunjukkan bahwa konflik yang terjadi relative berulang dan cenderung membesar baik dalam sisi kuantitatif maupun kualitasnya. Hal ini membutuhkan resolusi atau penyelesaian mengingat banyaknya etnis lain yang juga kemudian kini mendiami Kalbar, potensi konflik antara etnis bisa saja menyebar dan melibatkan etnis yang lain jika tidak diberikan solusi terbaik secepat mungkin.

Peran Perkumpulan Merah Putih

Kesadaran dalam meningkatkan hubungan baik serta meminimalisir konflik antar etnis telah dilakukan di Kalimantan Barat saat ini. Hal ini dibuktikan dengan hadirnya Perkumpulan Merah Putih yang merupakan kumpulan dari berbagai suku dan etnis yang mendiami Kalbar.

Perkumpulan ini dipimpin oleh Jakius Sinyor ini terdiri dari 22 etnis dan suku antara lain Melayu, Dayak, Madura, Jawa, Bali, Toraja, Sulawesi Selatan, Nias, Sumatera Barat, Batak, Banjar, Keluarga Besar Sriwijaya, Batak Islam, Sunda, Timor, NTT, Banten, Maluku, Tionghoa, Kawanua, Kepulauan Riau dan juga Bima NTB.

Komunikasi antar etnis selalu dilakukan guna meminimalisir terjadinya konflik, ungkap Jakius. “Untuk mengadakan komunikasi antar etnik, kami dari ormas mengadakan pertemuan dengan bergiliran sebagai tuan rumah setiap bulannya dengan acara coffee morning. Hal yang di bicarakan perihal keharmonisan antar suku agar berjalan dengan baik khususnya di Kalbar,” ungkapnya.

Kolaborasi antar etnik memiliki dampak positif, terutama dalam harmonisasi dan terciptanya kerukunan di Kalbar. “Harapan bersama Kalbar akan kita jadikan model untuk kerukunan baik suku maupun agama. Oleh karena itu kita berupaya mengkolaborasikan 22 etnis yang ada dan menjadikannya budaya merah putih,” tambahnya.

Terakhir, Jakius menyatakan bahwa saling menghargai menjadi hal penting dalam berlangsungnya kehidupan bermasyarakat terutama bagi anggota Perkumpulan Merah Putih. Oleh karenanya, walaupun beragam namun tetap dapat berdampingan.

“Prinsip kita buat saudara kita yang datang di Kalbar adalah dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung,” pungkasnya.

Penulis : Rio Pratama

Sumber : kompaspedia I Ejournal.unisba.ac.id