Keseruan Anak Muda Kalbar Ikut Tepelima, Makin Tertarik Pada Isu Keberagaman
Pontianak I Komitmen menciptakan ruang-ruang perjumpaan lintas iman yang inklusif menjadi konsistensi beberapa organisasi dan komunitas keberagaman di Kalbar guna menyelenggarakan kegiatan Temu Pemuda Lintas Iman. Kegiatan ini sudah ada sejak tahun 2018 dan terus berlangsung setiap tahunnya hingga kini. Tepelima telah memasuki angkatan ke-tiga yang mana semuanya disusun dan dilaksanakan oleh anak-anak muda.
Setidaknya, ada beberapa organisasi dan
komunitas yang dengan penuh daya dan kesadaran menyelenggarakan Tepelima, yaitu
Satu Dalam Perbedaan (SADAP) Indonesia, Yayasan Suar Asa Khatulistiwa (SAKA),
PMKRI Sungai Raya dan juga Gusdurian Pontianak.
Sadap Indonesia sebagai pemrakarsa
kegiatan melaksanakan live instagram bersama dengan salah satu peserta Tepelima
pasca kegiatan. Melalui program sharing dari rumah, Sadap berbincang bersama
dengan Sultan, peserta Tepelima ke-3. Sabtu, (5/6/2021).
Diawal sharing, Sultan menyatakan
sebelumnya tidak mengetahui apa itu Tepelima. Namun, karena ketertarikannya
pada nama kegiatan sehingga membuatnya memberanikan diri untuk kemudian
mendaftarkan diri.
“Sebelumnya tidak tau ada kegiatan
seperti itu di Kalbar, kemudian dapat informasi dari salah satu panitia yang
kebetulan satu grup dan karena saya memang menyukai kegiatan seperti itu lalu
mencoba mendaftar,” ungkapnya.
Sultan juga mengungkapkan bahwa ia
mendaftar karena ketertarikannya pada nama kegiatan Temu Pemuda Lintas Iman,
sebelumnya ia menyatakan tidak memiliki gambaran sama sekali sehingga tidak
berekspektasi sama sekali pula.
Lebih jauh Sultan menyatakan bahwa ia
amat tertarik akan isu keberagaman setelah pada hari pertama mengikuti Tepelima
mendapatkan pemaparan materi dari Aan Anshori. Sebelumnya, ia mengungkapkan
menjadi salah satu orang yang kerap mengikuti perjalanan Aan melalui website
dan atau pemberitaan tentang Aan.
Seiring dengan masih berlangsungnya
pandemi Covid-19, pelaksanaan Tepelima dilakukan secara langsung dan juga
daring. Hari pertama dan kedua, dua webinar tentang mengelola prasangka dan
saling menerima antar individu dan golongan dilaksanakan via zoom meeting dan
pada hari selanjutnya dilakukan secara langsung dengan mempertemukan para
peserta dengan menerapkan prokes sesuai ketentuan pemerintah.
Walaupun kegiatan offline hanya
dilaksanakan satu hari, namun menurut Sultan menjadi sarana pertemuan yang
menyenangkan. Pada hari itu, semua peserta dapat saling berkenalan satu sama
lain tanpa memandang latar belakang yang disokong oleh keseruan kegiatan yang
dipandu oleh para panitia. Terdapat sesi games, sharing peer, dan berbagai
kegiatan lain yang dilaksanakan didalamnya.
Mengikuti Tepelima menurut Sultan
menjadi ajang nostalgia masa kecil, hal ini dalam artian bahwa dahulu saat
kecil circle pergaulannya beragam namun karena harus menempuh pendidikan di
sekolah berbasis agama saat SMA membuatnya kemudian hidup dalam fase yang
homogen. Oleh karenanya, ia sangat bersyukur mengikuti Tepelima.
Mengikuti Tepelima menurut Sultan juga
menjadi salah satu proses merefleksi tentang perbedaan.
“Saya banyak berfikir dan banyak
mengoreksi pemikiran saya tentang menyikapi keberagaman dan perbedaan lebih
dalam. Akhirnya saya faham lebih jauh tentang menghargai mereka yang berbeda,”
tuturnya.
Melalui perjumpaan dalam Tepelima,
Sultan menyatakan turut berpengaruh pada perilaku dan sikap dalam menyikapi
perbedaan.
“Perubahan sikap tentu ada, ketika
pemikiran kita sudah paham tentang keberagaman akhirnya perubahan sikap akan
mengikuti,” bebernya.
Semua orang dapat mendefinisikan makna
perdamaian, hal tersebut juga yang dilakukan oleh Sultan. Ditanya makna damai
dalam keberagaman, Sultan mengungkapkan kuncinya berada pada titik temu.
“Kalau kita menyayangi maka kita
disayang, feedback pada intinya. Jika kita melakukan kebaikan maka kebaikan
akan kembali kepada kita. Jika kita melakukan keburukan, maka keburukan itu
akan kembali pula kepada kita. Damai dalam keberagaman itu kita berbeda tapi
tetap ada titik temu, disitu letak kuncinya,” jelasnya.
Terakhir, seiring dengan masih banyaknya
masyarakat terutama generasi muda yang kurang peduli pada isu keberagaman.
Menurut Sultan memperbanyak pertemuan dan saling berkolaborasi harus sering ia
lakukan.
“Saya ingin mengajak teman-teman untuk
saling kolaborasi, seperti misalnya kopi yang pahit dan gula yang manis diseduh
dengan air dan diaduk maka perpaduannya nikmat rasanya, hal seperti itu pula
yang sebaiknya dilakukan dalam masyarakat dalam mengelola keberagaman”
pungkasnya.
Penulis: Rio Pratama
0 Komentar