Pontianak - Lulu Musyarofah merupakan penggerak dari Jaringan Gusdurian yang ada di Pontianak, aktifitasnya kini bekerja pada yayasan yang bergerak pada isu pendidikan dan khususnya tentang keberagaman dan advokasi publik. Sebagai penggeraka Gusdurian, nama Lulu telah banyak dikenal masyarakat, termasuk tentang pemikirannya tentang kebangsaan dan toleransi seperti yang ia amini dari sang idola yaitu Gusdur, kiyai sekaligus presiden ke-empat RI.
Dalam
program saring dari rumah yang disiarkan secara langsung melalui akun instagram
Sadap Indonesia, Lulu memaparkan tentang Gerakan Jaringan Gusdurian Nasional
dan Pontianak khususnya dalam rangka implementasi sembilan nilai pemikiran
Gusdur itu sendiri.
Diawal
pemaparannya, Lulu menyatakan bahwa Jaringan Gusdurian merupakan arena sinergai
para Gusdurian dalam kultural dan non politik. Ungkapnya, Gusdurian adalah
organisasi yang tidak berafiliasi kepada partai politik, berbentuk komunitas
sosial yang bergerak pada fokus isu pendidikan dan kemanusiaan. Dalam Jaringan
Gusdurian, dapat tergabung dalam individu atau komunitas lokal dari berbagai
etnis, suku dan agama yang terinspirasi dari pemikiran Gusdur.
Awalnya,
Gusdurian ini dianggotai oleh para murid-murid Gusdur. Namun menurut Lulu tanpa
harus ia mengikuti pengkaderan asalpun ia menyetujui pemikiran Gusdur maka ia
sudah dapat pula dikatakan Gusdurian. Gusdurian tidak terikat dan tidak
struktural.
Untuk
menjadi bagian dari Gusdurian dapat terdiri dari siapa saja. Namun kabar
diluaran banyak yang menyatakan bahwa ketika berbicara tentang Gusdurian
hanyalah mereka yang berafilisiasi pada Islam khususnya Nahdatul Ulama.
Mendengar pernyataan tersebut. Lulu Lantas meluruskannya.
“Di
Gusdurian itu banyak orang-orang diluar NU, kita semua tergabung disitu.
Apalagi sebagai contoh misal di Pontianak banyak yang melabeli Gusdurian itu
Islam, NU, dan Madura karena etnis Madura ini sangat menyukai tokoh kiyai dan
juga agamanya NU. Yang harus diluruskan bahwa Gusdurian ini bukanlah satu
golongan dan kelompok tapi sifatnya terbuka sesuai dengan nilai-nilai
pluralisme seperti yang disematkan pada Gusdur itu sendiri,” ungkapnya.
Gusdurian
dimanapun berada pasti mengamalkan sembilan nilai pemikiran Gusdur, berikut
Lulu menjelaskan sembilan nilai tersebut yang dikolaborasikan melalui
penjelasan yang dilansir dari Gusdurian.net
Ketauhidan
Ketauhidan bersumber dari keimanan kepada
Allah sebagai yang Maha Ada, satu-satunya Dzat hakiki yang Maha Cinta Kasih,
yang disebut dengan berbagai nama. Ketauhidan didapatkan lebih dari sekadar
diucapkan dan dihafalkan, tetapi juga disaksikan dan disingkapkan. Ketauhidan
menghujamkan kesadaran terdalam bahwa Dia adalah sumber dari segala sumber dan
rahmat kehidupan di jagad raya. Pandangan ketauhidan menjadi poros nilai-nilai
ideal yang diperjuangkan Gus Dur melampaui kelembagaan dan birokrasi agama.
Ketauhidan yang bersifat ilahi itu diwujudkan dalam perilaku dan perjuangan
sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan dalam menegakkan nilai-nilai
kemanusiaan.
Kemanusiaan
Kemanusiaan bersumber dari pandangan ketauhidan bahwa manusia adalah mahluk
Tuhan paling mulia yang dipercaya untuk mengelola dan memakmurkan bumi.
Kemanusiaan merupakan cerminan sifat-sifat ketuhanan. Kemuliaan yang ada dalam
diri manusia mengharuskan sikap untuk saling menghargai dan menghormati.
Memuliakan manusia berarti memuliakan Penciptanya, demikian juga merendahkan
dan menistakan manusia berarti merendahkan dan menistakan Tuhan Sang Pencipta.
Dengan pandangan inilah, Gus Dur membela kemanusiaan tanpa syarat.
Keadilan
Keadilan bersumber dari pandangan bahwa martabat kemanusiaan hanya bisa
dipenuhi dengan adanya keseimbangan, kelayakan, dan kepantasan dalam kehidupan
masyarakat. Keadilan tidak sendirinya hadir di dalam realitas kemanusiaan dan
karenanya harus diperjuangkan. Perlindungan dan pembelaan pada kelompok
masyarakat yang diperlakukan tidak adil, merupakan tanggungjawab moral
kemanusiaan. Sepanjang hidupnya, Gus Dur rela dan mengambil tanggungjawab itu,
ia berpikir dan berjuang untuk menciptakan keadilan di tengah-tengah
masyarakat.
Kesetaraan
Kesetaraan bersumber dari pandangan bahwa setiap manusia memiliki martabat yang
sama di hadapan Tuhan. Kesetaraan meniscayakan adanya perlakuan yang adil,
hubungan yang sederajat, ketiadaan diskriminasi dan subordinasi, serta
marjinalisasi dalam masyarakat. Nilai kesetaraan ini, sepanjang kehidupan Gus
Dur, tampak jelas ketika melakukan pembelaan dan pemihakan terhadap kaum
tertindas dan dilemahkan, termasuk di dalamnya adalah kelompok minoritas dan
kaum marjinal.
Pembebasan
Pembebasan bersumber dari pandangan bahwa setiap manusia memiliki tanggungjawab
untuk menegakkan kesetaraan dan keadilan, untuk melepaskan diri dari berbagai
bentuk belenggu. Semangat pembebasan hanya dimiliki oleh jiwa yang merdeka,
bebas dari rasa takut, dan otentik. Dengan nilai pembebasan ini, Gus Dur selalu
mendorong dan memfasilitasi tumbuhnya jiwa-jiwa merdeka yang mampu membebaskan
dirinya dan manusia lain.
Kesederhanaan
Kesederhanaan bersumber dari jalan pikiran substansial, sikap dan perilaku
hidup yang wajar dan patut. Kesederhanaan menjadi konsep kehidupan yang
dihayati dan dilakoni sehingga menjadi jati diri. Kesederhanaan menjadi budaya
perlawanan atas sikap berlebihan, materialistis, dan koruptif. Kesederhanaan
Gus Dur dalam segala aspek kehidupannya menjadi pembelajaran dan keteladanan.
Persaudaraan
Persaudaraan bersumber dari prinsip-prinsip penghargaan atas
kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, dan semangat menggerakkan kebaikan.
Persaudaraan menjadi dasar untuk memajukan peradaban. Sepanjang hidupnya, Gus
Dur memberi teladan dan menekankan pentingnya menjunjung tinggi persaudaraan
dalam masyarakat, bahkan terhadap yang berbeda keyakinan dan pemikiran.
Keksatriaan
Keksatriaan bersumber dari keberanian untuk memperjuangkan dan menegakkan
nilai-nilai yang diyakini dalam mencapai keutuhan tujuan yang ingin diraih.
Proses perjuangan dilakukan dengan mencerminkan integritas pribadi: penuh rasa
tanggung jawab atas proses yang harus dijalani dan konsekuensi yang dihadapi,
komitmen yang tinggi serta istiqomah. Keksatriaan yang dimiliki Gus Dur
mengedepankan kesabaran dan keikhlasan dalam menjalani proses, seberat apapun,
serta dalam menyikapi hasil yang dicapainya.
Kearifan Tradisi
Kearifan tradisi bersumber dari nilai-nilai
sosial-budaya yang berpijak pada tradisi dan praktik terbaik kehidupan
masyarakat setempat. Kearifan tradisi Indonesia di antaranya berwujud pada
dasar negara Pancasila, Konstitusi UUD 1945, prinsip Bhineka Tunggal Ika, serta
seluruh tata nilai kebudayaan Nusantara yang beradab. Gus Dur menggerakkan
kearifan tradisi dan menjadikannya sebagai sumber gagasan dan pijakan
sosial-budaya-politik dalam membumikan keadilan, kesetaraan, dan kemanusiaan,
tanpa kehilangan sikap terbuka dan progresif terhadap perkembangan peradaban.
Sebagai gerakan yang tersebar dibanyak daerah
di Indonesia, Gusdurian juga terdapat di Kota Pontianak. Menurut Lulu,
Gusdurian Pontianak sama saja dengan Gusdurian yang ada dimana saja, yang
membedakan hanyalah Gusdurian Pontianak sangatlah santai dan luwes dalam
perkumpulan dan penyelenggaraan kegiatannya.
Secara anggota, Gusdurian Pontianak memang
tidak terlalu banyak. Namun mereka ialah yang konsisten dalam isu-isu
kemanusiaan
“Di Pontianak anggota kita memang tidak
terlalu banyak, tapi mereka adalah yang konsisten pada isu kemanusiaan,
kebinekaan, perdamaian dan anti korupsi. Biasanya kita selenggarakan kegiatan
kecil-kecilan dan melakukan kolaborasi dengan teman-teman yang gerakannya sama
dengan yang kita perjuangkan,” terangnya.
Seiring dengan masih adanya pandemi covid-19
saat ini turut berpengaruh pada penyelenggaraan kegiatan bagi Gusdurian
Pontianak. Walaupun demikian, diskusi, sharing dan upaya menjalin hubungan baik
bagi sesama Gusdurian tetap dilaksanakan melalui media daring. Selain itu,
diawal pandemi lalu, Gusdurian Pontianak juga menyalurkan bantuan ke daerah
serta mendirikan posko dan membagikan jamu kepada masyarakat.
Kegiatan yang biasa dilakukan oleh Gusdurian
Pontianak biasanya rutin dilaksanakan bersamaan dengan haul Gusdur. Mereka
biasanya menyelenggarakan doa lintas iman dan mengundang dari berbagai suku dan
etnis dan agama dengan tajuk doa lintas iman.
Tertarik pada nilai dan pemikiran Gusdur
terutama bagi anggota yang bergerak dalam lintas sektor kemudian membuat mereka
mengimplementasikannya dalam sektornya masing-masing. Penerapannya dilakukan
pada organisasi masing-masing atau dalam kehidupan sehari-hari. Mereka kerap mengupdate
tersebut dalam diskusi atau pertemuan bersama.
Kerap melakukan kolaborasi bersama dengan
komunitas dan organisasi lokal di Pontianak dan Kalbar, Lulu menyatakan semua
kegiatan berkesan dan memberikan dampak serta pemikiran baik bagi sesama.
“Bentuk kerjasama yang baik, kegiatannya
seru, nilai-nilai yang kita perjuangkan juga ada. Jadi kita tidak perlu harus
melakukan kroscek ulang karena memang sudah sejalan. Orang-orang yang kita ajak kolaborasi nilai-nilai
yang kita perjuangkan itu sudah sangat Gusdurian banget,” jelas Lulu.
Terakhir, bagi Lulu mengimplementasikan
sembilan nilai pemikiran Gisdur harus dan wajib untuk dilaksanakan. Hal ini
karena jika berbicara tentang nilai kemanusiaan juga telah diatur oleh UU.
Sebagai manusia yang waras, menjunjung tinggi nilai-nilai secara adil harus
dijunjung tinggi.
Penulis: Rio Pratama
0 Komentar