Samarinda - Teman
dan ruang aman dalam bercerita menjadi hal yang penting tidak hanya dalam
rangka menciptakan ketenangan namun juga dalam menyelesaikan masalah. Hal ini turut
dilakukan oleh sebuah komunitas di Samarinda yang dikenal dengan nama Rumah
Bekesah.
Salah satu founder Rumah Bekesah, Yunisa
Wahyuni menceritakan tentang apa itu Rumah Bekesah dan program baik yang
dilakukan di Samarinda. Melalui live instagram dalam program #sharingdarirumah
Sadap Indonesia. Sabtu, 4 Juli 2021.
Diawal pemaparannya, Yunisa menjelaskan
tentang kondisi di Samarinda. Menurutnya, Samarinda memang berpotensi terjadi
permasalahan namun secara umum kondisinya kini baik-baik saja.
“Samarinda ini tidak terlalu complicated karena jauh dari konflik
suku dan agama. Namun, biasanya lebih ke ormas yang beberapa kali sempat
mengalami ketegangan. Namun, secara umum semua baik-baik saja,” ungkapnya.
Berbicara tentang Rumah Bekesah, ia
mengungkapkan bahwa komunitas ini sudah ada sejak 2018 dan bentuk supporting
grup bagi sesama perempuan.
“Rumah bekesah adalah rumah aman bagi
perempuan bagi bercerita, kita sudah ada dari 2018 dan tahun ini sudah mau
menginjak empat tahun memang berkembang supporting grup untuk para perempuan,”.
“Untuk awal-awal kegiatannya punya nama
kamar bekesah, jadi lingkaran cerita terbatas. Kami memang membatasi yang ikut
dan disitu disepakati tentang tema yang sudah disesuaikan. Jadi sistemnya dari
dua puluh ini kita bagi lagi menjadi empat kelompok,” jelasnya.
Banyak hal yang kemudian diangkat oleh
Rumah Bekesah dalam menjalankan program kerjanya. Termasuk upaya yang dilakukan
dikarenakan hadirnya pandemic Covid-19 sejak awal tahun 2020 lalu.
“Biasanya tema yang kami angkat itu perihal
kesehatan mental, quarter live krisis,
tentang beauty standart. Tapi jika
dilihat dari beberapa tahun ini yang masih rame tentang kesehatan mental,”.
“Karena ditahun 2020 sudah tidak bisa
bertemu karena pandemi jadi disiasatilah online. Jadi kegiatannya webinar, live
instagram bersama instansi-instansi dan berkolabirasi untuk mensiasati pandemi
ini,” bebernya.
Ia mengungkapkan, Rumah Bekesah hadir
karena kesadaran masih belum banyak organisasi di Samarinda yang mendukung
perempuan. Oleh karenanya, komunitas ini hadir dalam rangka mendukung dan
saling menginspirasi satu sama lain.
“Awalnya didirikan karena pertemuan dan
kesadaran untuk mendirikan supporting
club untuk perempuan. Hal ini juga karena di Samarinda belum banyak
organisasi seperti itu. Ternyata dari bercerita kita bisa saling menguatkan,
bisa saling berbagi dan belajar juga tentunya saling menginspirasi dan jadilah
Rumah Bekesah ini,”.
“Pada tahun 2019 ini, kita udah berbadan
hukum, bentuknya Yayasan Cerita Kami Indonesia. Mengapa berbadan hukum karena
kita kedepannya ingin adanya rumah aman yang mengadvokasi perempuan dari
kekerasan gender dan sebagainya,” tuturnya.
Tiga dari founder Rumah Bekesah adalah
seorang akademisi. Hal ini berdampak baik bagi perkembangan komunitas tersebut.
“Positif banget karena jaringan mereka
sangat banyak dari akademisi dan segala macam, selain itu juga banyak
memberikan hal positif juga. Terlebih salah satu founder juga fokusnya dihukum
jadi untuk mimpi yang lebih besar maka harus berbadan hukum,”.
“Lalu lebih ke insight, Rumah Bekesah
tidak hanya melakukan kegiatan tapi juga penelitian. Sebelum kami melakukan
webinar tentang kesehatan mental kita juga bikin penelitian kecil dan hasilnya
menunjukkan tentang kesehatan mental itu sudah ada yang sadar tapi masih tabu.
Jadi, Rumah Bekesah harapannya tidak hanya menjadi sebuah komunitas tapi kita
juga jadi wadah untuk advokasi berbasis data,” ungkap Yunisa.
Selain guna mendukung perempuan,
komunitas ini juga sekaligus berangkat dari kesadaran bahwa masih banyak
perempuan yang dianggap tidak berdaya.
“Keresahannya adalah kita empowering moment saat didirikannya
Rumah Bekesah masih banyak yang belum sadar bahwa perempuan itu harus berdaya
dan bisa mandiri. Berawal dari stigma-stigma perempuan yang tidak bisa mandiri,
tidak bisa apa-apa, tidak harus bekerja dan lain sebagainya. Ini juga menjadi
visi misi kita bahwa perempuan itu juga bisa berdikari dan perempuan mensupport
perempuan itu juga sangat penting,”.
“Kemarin di International Womens Day, kami sempat kolaborasi dengan salah satu
EO yang punya visi yang sama yang ternyata di Samarinda masih banyak stereotype
perempuan yang banyak seperti perempuan tidak berdaya dan kebanyakan tentang
perempuan tak perlu sekolah tinggi dan lainnya dan masih banyak,” jelasnya
panjang lebar.
Selain dari masih adanya pola patriarki
dan kesadaran yang rendah tentang kesadaran perempuan dapat berdaya. Komunitas
ini juga hadir karena masih banyak yang belum sadar bahwa perempuan rentan akan
pelecehan.
“Sebetulnya dari banyak cerita itu ada,
tapi diberita tenggelam. Namun ternyata secara data banyak sekali. Terakhir
saat kami menyelenggarakan seminar tentang KBGO banyak sekali yang mengalami
secara verbal, ada pula yang belum tau misal seperti cat calling itu pelecehan
dan sebagainya. Masih banyak yang belum tau, tapi pasti ada,” terangnya.
Oleh karenanya, Rumah Bekesah turut
menyediakan layanan konseling yang akan dilayani oleh psikolog langsung.
“Masih belum banyak yang berani speek up, harus ada yang memancing. Tapi
tidak semua orang berani melakukakan itu. Makanya, kami punya layanan konseling
online bersama psikolog dan ternyata ada saja problem yang membuat perempuan
mengalami pelecehan dan biasanya baru sadar setelah bercerita,” tambahnya.
Perihal kekerasan dan atau pelecehan di
Samarinda, menurut Yunisa tidak terlepas dari peranan media. Terbukti dari
masih banyaknya penggunaan narasi yang seksis dalam pemberitaan.
“Masih ada beberapa segmentasinya untuk
masyarakat menengah kebawah dan menggunakan judul yang bahasanya lebih klikbait
dan ringan dan ada juga media yang misal mengunakan model yang harus cantik
atau dianggap sempurna. Sementara di online juga masih banyak. Pemilihan diksi
dan segala macam masih banyak menjadi hal yang dianggap sepele,” bebernya.
Berkaitan dengan semakin maraknya
pandemic Covid-19, Yunisa menyatakan Rumah Bekesah kini berupaya menjalankan
program melalui media sosial.
“Kita sekarang kebanyakan bergerilya di
instagram, kami juga punya beberapa program salah satunya adalah kesah
perempuan. Jadi setiap minggunya kami menerima teman perempuan yang ingin
bercerita tentang hidupnya, kita juga punya sapa teman bekesah dan live
instagram dan juga webinar,” kata Yunisa.
Guna semakin memberikan dampak bagi
lebih banyak perempuan. Rumah Bekesah dalam waktu dekat juga akan turut
didirikan di Banjarmasin.
“Bulan ini juga akan ada Rumah Bekesah
di Banjarmasin. Jadi perdana di Bulan ini kita punya psikolog yang ada di
Banjarmasin dan ada teman-teman yang pengen Rumah Bekesah ini ada di
Banjarmasin,” tambahnya.
Kini, Rumah Bekesah memang fokus pada
isu perempuan. Namun secara isu dan masalah yang ditangani dan didengarkan
terdiri dari banyak aspek.
“Kalau untuk bercerita bebas, salah satu
masalah yang pernah kita bahas bahkan pernah juga bersama dengan teman tuli.
Selain itu juga quarter life crisis,
buli dan lain sebagainya. Kebanyakan melihat dari beberapa tema yang pernah
diangkat juga tentang mental healt,
parasite lajang dan lain sebagainya. Tidak berfokus pada satu isu tapi fokusnya
adalah kekerasan perempuan,” jelasnya lagi.
Selain perempuan, mendatang Rumah
Bekesah ingin merangkul komunitas dari ragam gender dan juga seksualitas serta
minoritas lainnya.
“Kita ingin merangkul teman-teman dari
komunitas-komunitas tersebut. Jadi kedepannya pasti akan merangkul teman-teman
tersebut,”.
“Jadi fokusnya kami memang perempuan
tapi tidak menutup kemungkinan teman-teman diluar perempuan untuk bergabung.
Dari semua gender yang ingin bercerita juga dipersilahkan,” tegasnya.
Menurut Yunisa, Rumah Bekesah akan dan
harus selalu ada. Hal ini karena ia berharap komunitas ini dapat menjadi ruang
aman dan sarana advokasi kedepannya.
“Karena kami yakin rumah aman itu
dibutuhkan, dilihat dari kasus yang ada perlu ada rumah untuk bercerita dan
berkeluh kesah namun tetap merasa aman dan berdasar dari itu kedepannya kita
berharap bisa dapat menciptakan rumah aman yang bisa mengadvokasi teman-teman
yang ada di komunitas minoritas dan sebagainya,” pungkasnya.
Penulis: Rio Pratama
0 Komentar