Ticker

6/recent/ticker-posts

Menjadi Suster: Melayani Umat, Melayani Tuhan



Pontianak -  Minimnya pertemuan dan perkenalan bersama para suster tidak ayal membuat prasangka dapat terjadi. Prasangka yang ada tersebut sejatinya harus dijawab agar kesalahpahaman dari hal yang awalnya hanya sekedar karena sesuatu yang belum tahu menjadi jelas.

Sadap Indonesia dalam program live sharing dari rumah menghadirkan Suster Laura SFIC dalam programnya.

Suster Laura dari Kongregasi SFIC, jika dilihat sekilas baik suster SFIC dan suster dari kongregasi yang lain terlihat sama. Namun, suster SFIC punya identitas yang melekat melalui sebuah kalung yang dipakai yang menjadi cirinya yang didapatkan sebagai suster khusus SFIC.

Ia berasal dari Sanggau Kapuas dan kini bertugas di Makasar. Ia sudah lama menjalani hidup sebagai religious khususnya menjadi seorang suster SFIC yaitu sejak 2004 saat ia selesai menyelesaikan pendidikannya dibangku SMA. Ia mengakui bahwa keluarga sangat mendukung panggilannya sebagai suster dan hubungan baik terus terjaga hingga kini.

Awal ia tertatik menjadi seorang suster bermula ketika melihat seorang suster itu sendiri yang mana suster tersebut terlihat dan melalui pertemuan yang sudah lama terjadi. Terlebih saat ia berada di asrama saat tengah menempuh pendidikan SMP dan SMA yang mana dibimbing oleh para suster. Dari situ ketertarikan semakin terasah dan menimbulkan rasa penasaran dan didorong oleh sifat dan sikap para suster yang membuatnya semakin kagum.

“Melalui dan seiring berjalannya waktu, melalui perjumpaan yang terus menerus. Setiap hari dibimbing, diajari dan sebagainya yang membuatnya semakin teguh,” ungkapnya.

Ia menjadi suster dengan melewati beberapa masa. Jenjang pertama disebut dengan Aspiran yang ia katakana sebagai magang. Durasinya biasanya sesuai dengan kemampuan masing-masing. Suster Laura memulai masa Aspiran ini sejak lulus dari SMA, ia mendapatkan dispensasi karena sudah terbiasa dengan dinamika kesusteran bahkan sejak SMP yang membuatnya tentu tidak sulit dan tidak kaget.

Jenjang selanjutnya adalah masa Postulat dengan durasi satu tahun, pada masa ini menjadi sebuah masa resmi dimana para suster diterima dalam tahap menjalani formasi sebagai suster. Kemudian pada tahun kedua adapula masa Nofisiat yang sudah menggunakan nama biara dan menggunakan pakaian resmi suster setelah masa penjubahan. Masa Nofisiat ini dijalani selama dua tahun dan menjadi masa yang cukup ketat dalam masa penjalanan pendidikan.

Selanjutnya ada masa Yuniorat yang sudah menggunakan pakaian yang sudah cukup berbeda. Pada masa ini sudah ada kalung khusus yang digunakan. Setelah itu, diterimalah sebagai suster yunior resmi sesuai dengan penempatan atau unit karya suster masing-masing.

“Dimasa formasi ada yang meninggalkan masa pendidikan, bahkan saat sudah menjadi suster ada yang meninggalkannya. Itu memang menjadi sebuah kebebasan, tidak ada satu ikatan yang mengharuskan seseorang harus tetap jadi suster. Itu kebebasan  dari yang pribadi sendiri,”

Setiap orang punya jalan hidup berbeda yang membawa ia sampai pada dirinya saat ini. Saya sendiri karena dari sendiri dan dukungan dari keluarga sehingga tidak ada halangan sama sekali. Tuhan menunjukkan jalan yang terbaik dalam hidup sebagai religius, saya meyakini bahwa panggilan ini murni panggilan dari Tuhan sehingga apa yang sudah diberikan Tuhan tinggal dijalankan sebaik-baiknya.

Tidak ada istilah eksklusif dalam menjadi seorang suster, justru ia harus bisa bergaul dengan masyarakat luas bahkan lintas agama, budaya dan sebagainya. Sejauh ini lingkup karya kita memang tidak banyak diluar seperti lintas agama, jika lintas budaya sudah banyak dan memang kita masih hidup dilingkungan yang didominasi umat gereja sendiri. Tapi tidak ada larangan dan ada peluang untuk berkegiatan diluar Katolik.

Sebagai suster sangat terbuka tidak ada yang ekslusif dalam diri para suster dan kami sangat membuka diri. Jangan takut untuk berkenalan diri bersama kami para suster karena kita semua sama saja

Penulis: Rio Pratama

Posting Komentar

0 Komentar