Ticker

6/recent/ticker-posts

Hatiku Tertanam Di Bumi Temanggung - Cerita Peace Train 2021


Pagi itu tepat pukul 5 saat fajar menyingsing aku bergegas pergi ke Bandara Supadio Pontianak untuk melakukan sebuah perjalanan menlintasi pulau tempat tinggalku ke Pulau Jawa tepatnya daerah Temanggung. Pesawatku terjadwal pukul 8.10 sebelum itu aku melakukan Rapid Test Antigen sebagai salah satu syarat untuk naik pesawat karena pandemi yang tak berkesudahan ini, cuaca cerah saat aku terbang di ketinggian dan aku melihat berbagai pemandangan menakjubkan dari atas langit, awan putih yang mempesona dihiasi dengan warna kuning kemerahan cahaya matahari hingga aku terlelap tidur di pesawat.

Sesampainya di Bandara Soekarno-Hatta aku beranjak melalui beberapa koridor bandara menuju pintu keluar. Namun, sesampainya di tengah perjalanan terdapat pengecekan E-Hac, aku pun terbelalak karena kuota yang sudah ku isi semalam sebelum berangkat tidak bisa terpakai, pada saat itu aku bingung untuk mencari paket data internet lalu ada seseorang yang mungkin umurnya dibawahku sedang mengisi data E-Hac, aku pun meminta bantuan untuk berbagi jaringat internet (Tethering), dia dengan senang hati mempersilakan aku menggunakan jaringan internetnya untuk beberapa menit.

Jam menunjukkan pukul 10.30 setelah selesai memverifikasi E-Hac aku pergi menuju lantai 2 bandara untuk menaiki Shuttle Bus tujuan Stasiun Bandara, saat aku menaiki bus aku bersampingan dengan seseorang yang berasal dari Yaman. Dia terkejut saat aku menggunakan bahasa Arab untuk beberapa percakapan dan selebihnya aku menggunakan bahasa Inggris, sesampainya kami di Stasiun Bandara kami beranjak memesan tiket dengan tujuan Stasiun Manggarai. Pada saat di Stasiun Bandara aku bertemu dengan salah satu peserta kegiatan (Peace Train indonesia) yang berasal dari Tomohon, Laurensius namanya atau biasa dipanggil Kiki. Kereta kami berangkat pukul 11.27, saat dalam perjalanan kami pun berbincang sedikit mengenai di mana kami akan turun, tenyata Kiki memesan tiket tujuan Stasiun Duri dan aku tujuan Stasiun Manggarai.

Pada akhir percakapan kami putuskan untuk turun di Stasiun Manggarai, Kiki sudah siap untuk menambah biaya tiket yang dipesannya. Sesampainya kami di Stasiun Manggarai, aku terkejut tidak ada tindakan berarti dari pihak Stasiun mengenai tiket Kiki, aku pun merasa sedikit menyesal karena memesan tiket tujuan Stasiun Manggarai dengan biaya 70 ribu sedangkan tujuan Stasiun Duri hanya 50 ribu, terlepas dari itu semua orang Yaman yang kutemui pamit untuk beranjak melanjutkan perjalanan dengan tujuan Stasiun Tebet menggunakan kereta. Aku dan Kiki juga melanjutkan perjalanan menggunakan kereta kembali dengan tujuan Stasiun Pasar Senen.

Kami tiba di Stasiun Pasar Senen sekitar pukul 12an, aku dan Kiki pun memutuskan untuk makan siang bersama di area Stasiun sambil menunggu beberapa peserta dan panitia berkumpul. Setelah makan kami bergegas berkumpul dengan beberapa peserta dan panitia kegiatan untuk melakukan Opening Ceremony pelepasan peserta Peace Train Indonesia di salah satu ruangan di Stasiun.

Sore sudah mulai meredup, arlojiku juga sudah menunjukkan pukul 16.15 tepat di saat aku sedang mengikuti acara pelepasan peseta kegiatan untuk menuju gerbong perjalanan yang jauh. Mataku sudah tak lagi bisa menahan kantuk setelah melalui perjalanan panjang dari Pontianak menuju Jakarta. Momen yang sudah kutunggu sejak lama untuk mengikuti perjalanan di luar tempat tinggalku, hingga tercapailah hari ini. Hari dimana aku mengikuti kegiatan Peace Train Indonesia yang ke-11, semua lelah di sekujur tubuhku selama perjalanan terbayarkan dengan bertemu orang baru dan menikmati perjalanan bersama menuju Stasiun Weleri yang memakan waktu 6 jam perjalanan, kuabadikan semua di kameraku.

Di dalam kereta aku berbincang-bincang dengan beberapa peserta untuk menghilangkan penat, saat kereta berhenti di Stasiun Cirebon aku dan beberapa peserta turun untuk meregangkan otot-otot kami setelah lama duduk di dalam kereta untuk melakukan sesi foto bersama, aku, Kiki dan Berto merokok setelah sesi foto. Beberapa menit kemudian kereta melanjutkan perjalanan. Setelah melewati perjalanan panjang kami akhirnya sampai Stasiun Weleri dengan disambut panitia yang sudah bersiaga di lokasi dan kami pun melanjutkan perjalanan menggunakan bis menuju Dusun Krecek yang memakan waktu 3-4 jam perjalanan.

Melewati beberapa jalur curam menggunakan bis, aku sedikit takut dan mabok karena dinginnya AC bis dan hawa dingin di Temanggung. Aku akui supirnya jago banget ngelewati jalur yang cuma untuk satu mobil, bagaimana tidak supir bis begitu lihai mengendarainya tentu dengan asas keselamatan kami wkwk. Subuh bertemu subuh, ungkapan yang bisa aku katakan karena perjalananku hampir memakan waktu 24 jam akan tetapi dari semua itu terbayarkan sudah dengan sambutan hangat warga Dusun Krecek yang menyambut kami dengan ginseng panas, cocok untuk hawa dingin yang menyelimuti Dusun.

Kami diinapkan di beberapa rumah warga, 1 rumah terdapat 2 orang peserta. Aku bersama dengan Richard atau biasa dipanggil Pace peserta dari Fakfak yang berkuliah di Jakarta, kami menginap di rumah pak Supriyanto. Beliau orangnya asik di ajak ngobrol dan supel sekali bung, sebelum tidur kami berbincang sedikit mengenai Dusun Krecek dengan hawa dinginnya yang menusuk sambil menikmati kopi khas Dusun yang di suguhi, setelah beberapa menit berbincang aku dan Pace beranjak pergi ke kamar dan beristirahat.

Pagi yang cerah di Dusun Krecek, kami bangun untuk melanjutkan kegiatan kami berkeliling rumah ibadah yang ada di Temanggung, sebelum pergi kami menikmati teh khas Krecek yang bgitu menyegarkan. Pace berinisiatif untuk mandi duluan, karena lamanya mandi si Pace jadi aku hanya mencuci muka (karena dingin juga jadi malas mandi kwkw). Sesampainya ke tempat berkumpul kami, ternyata kami yang paling terlambat. Para peserta dan panitia sudah menunggu lama.

Kami berangkat menggunakan 2 mobil bak terbuka, jalur yang mendaki dan menurun membuat kami waswas dan berpegang erat pada pinggiran mobil. Namun, dari semua itu pemandangan yang tidak bisa kami lihat di Kota membuat kami having fun di atas mobil. Tujuan pertama kami yaitu Gereja Katolik Santo Petrus Paulus, kami tiba sekitar pukul 11an. Setibanya kami di lokasi kami disambut oleh Romo Fajar, Romo Fajar menjelaskan mengenai Agama Katolik dan Arsitektur Bangunan Gereja yang tampak seperti di bawah jembatan, tujuan dari arsitektur tersebut ialah agar menjadi jembatan penghubung antara Tuhan dan Manusia. Fakta unik mengenai Romo yakni nama lengkapnya yang bernuansa Agama Islam yaitu Romo Ibnu Fajar Muhammad, beliau menjelaskan bahwa namanya tersebut pemberian dari orang tuanya dan mengandung makna dari nama Yesus.

Setelah 1 jam lebih kami berada di Gereja kami melanjutkan perjalanan dengan mengunakan bis ke PCNU (Pengurus Cabang Nahdhatul Ulama) Kabupaten Temanggung, sesampainya kami di sana kami makan siang terlebih dahulu dengan menu khas Temanggung (aku lupa namanya) dilanjutkan dengan penjelasan mengenai preventif Covid-19 dan New Normal, sehabis beberapa pemaparan kami mengisi radio Santika FM yang masih satu gedung dengan PCNU Temanggung, masing-masing peserta masuk 2 orang pembagiannya. Lalu, kami pun beranjak pergi ke Klenteng Tri Dharma Cahaya Sakti tidak jauh dari lokasi kami sebelumnya untuk menerima pemaparan tentang Agama Konghucu dari mulai cara berdoa hingga sejarah berdirinya Klenteng tersebut.

Lalu setelah selesai mengunjungi Klenteng kami berangkat kembali ke Gereja untuk berganti transportasi menjadi mobil bak terbuka lagi dan melanjutkan perjalanan ke Komunitas Penghayat Sapta Dharma yang merupakan salah satu penghayat yang ada di Temanggung. 1 jam telah berlalu kami pun tiba di lokasi yang terletak cukup jauh dari Gereja, ini pengalaman pertamaku untuk bertemu dengan Komunitas Penghayat Sapta Dharma karena sebelumnya aku tidak tahu sama sekali mengenai Sapta Dharma.

Seharian kami menghabiskan perjalanan untuk mengunjungi tempat ibadah beberapa agama dan penghayat, kami pun beranjak balik ke Dusun Krecek untuk acara malam budaya dan bedah buku Ngaji Toleransi. Dalam kondisi ngantuk dan lelah kami tetap coba untuk bersemangat agar apa yang disampaikan tidak ada yang terlewati, hingga sampai lah di pengujung acara ditutup dengan makan nasi tumpeng bersama. Setelah itu, kami beranjak balik ke rumah masing-masing untuk beristirahat.

Jam menunjukan pukul 5 pagi tepat dimana kegiatan meditasi akan dilangsungkan, kami berkumpul di tempat yang sudah ditentukan semalam. Setelah semuanya berkumpul kami pun pergi ke Curug yang tak jauh dari Dusun Krecek tempat yang biasanya dipakai untuk bermeditasi warga Dusun. Pemandangan dan suasana Curug sangat mendukung kami untuk bermeditasi, setelah 15 menit meditasi satu persatu peserta menceritakan apa yang dibayangkan pada saat meditasi berlangsung. Setelah bermeditasi kami bersiap-siap untuk pergi dari Dusun Krecek karena acara kami di sana sudah berakhir. Aku dan Pace berpamitan dengan orang tua asuh kami di sana, dengan raut wajah sedih di campur bahagia kami salam dengan satu persatu anggota keluarga asih kami.

Kami berangkat menggunakan bis dari Gereja yang kami kunjingi kemarin, tujuan pertama hari ini ialah Wisata Umbul Jumprit yang berlokasi di daerah Jumprit. Air yang segar sejenak melupakan lelah kami selama perjalanan, mata air Umbul Jumprit ini pun merupakan satu-satunya air yang diambil untuk Hari Raya Waisak di Candi Borobudur. Setelah menikmati air segarnya kami beranjak pergi ke Wapitt (Wisata Alam Jumpit Temanggung) yang berlokasi tak jauh dari Umbul Jumprit, disambut dengan pepohonan yang tinggi nan rindang dengan kabut yang menyertainya membuat aku tak tahan ingin segera turun bis dan mengambil beberapa spot foto yang indah nan asri.

Kami turun dengan nuansa alam yang masih alami diiringi dengan suara musik band yang ada di sana, di sana terdapat pepohohan kopi dan strawberry hidroponik yang dikelola oleh mantan Bupati Temanggung. Tujuan dibentuknya Wapitt ialah sebagai pilot projek agar tempat lain yang serupa bisa berkembang menjadi objek wisata untuk Temanggung. Puas dan menyegarkan setelah menimati pesona alam Wapitt kami melanjutkan perjalanan menuju padepokan kuda luping Jaran Kepang. Berbagai kuda lumping yang sudah jadi dapat kami lihat di sini, mulai dari produksi 1950an hingga sekarang ada di sini terawat dengan rapi berjejer di dinding-dinding padepokan.

Akhir perjalanan kami untuk pergi ke Stasiun Weleri ke Stasiun Pasar Senen dan kembali beraktivitas seperti biasa. Jujur perjalanan yang menyedihkan bagiku untuk meninggalkan Temanggung dan seisinya setelah 3 hari berada di sana dengan banyak kesan menarik untuk dikenang.

Posting Komentar

0 Komentar