Pagi itu tepat pukul 5 saat fajar menyingsing aku bergegas pergi ke Bandara
Supadio Pontianak untuk melakukan sebuah perjalanan menlintasi pulau tempat
tinggalku ke Pulau Jawa tepatnya daerah Temanggung. Pesawatku terjadwal pukul
8.10 sebelum itu aku melakukan Rapid Test Antigen sebagai salah satu syarat
untuk naik pesawat karena pandemi yang tak berkesudahan ini, cuaca cerah saat
aku terbang di ketinggian dan aku melihat berbagai pemandangan menakjubkan dari
atas langit, awan putih yang mempesona dihiasi dengan warna kuning kemerahan
cahaya matahari hingga aku terlelap tidur di pesawat.
Sesampainya di Bandara Soekarno-Hatta aku beranjak melalui beberapa koridor
bandara menuju pintu keluar. Namun, sesampainya di tengah perjalanan terdapat
pengecekan E-Hac, aku pun terbelalak karena kuota yang sudah ku isi semalam
sebelum berangkat tidak bisa terpakai, pada saat itu aku bingung untuk mencari
paket data internet lalu ada seseorang yang mungkin umurnya dibawahku sedang
mengisi data E-Hac, aku pun meminta bantuan untuk berbagi jaringat internet
(Tethering), dia dengan senang hati mempersilakan aku menggunakan jaringan
internetnya untuk beberapa menit.
Jam menunjukkan pukul 10.30 setelah selesai memverifikasi E-Hac aku pergi
menuju lantai 2 bandara untuk menaiki Shuttle Bus tujuan Stasiun Bandara, saat
aku menaiki bus aku bersampingan dengan seseorang yang berasal dari Yaman. Dia
terkejut saat aku menggunakan bahasa Arab untuk beberapa percakapan dan
selebihnya aku menggunakan bahasa Inggris, sesampainya kami di Stasiun Bandara
kami beranjak memesan tiket dengan tujuan Stasiun Manggarai. Pada saat di
Stasiun Bandara aku bertemu dengan salah satu peserta kegiatan (Peace Train
indonesia) yang berasal dari Tomohon, Laurensius namanya atau biasa dipanggil
Kiki. Kereta kami berangkat pukul 11.27, saat dalam perjalanan kami pun
berbincang sedikit mengenai di mana kami akan turun, tenyata Kiki memesan tiket
tujuan Stasiun Duri dan aku tujuan Stasiun Manggarai.
Pada akhir percakapan kami putuskan untuk turun di Stasiun Manggarai, Kiki
sudah siap untuk menambah biaya tiket yang dipesannya. Sesampainya kami di
Stasiun Manggarai, aku terkejut tidak ada tindakan berarti dari pihak Stasiun
mengenai tiket Kiki, aku pun merasa sedikit menyesal karena memesan tiket
tujuan Stasiun Manggarai dengan biaya 70 ribu sedangkan tujuan Stasiun Duri
hanya 50 ribu, terlepas dari itu semua orang Yaman yang kutemui pamit untuk
beranjak melanjutkan perjalanan dengan tujuan Stasiun Tebet menggunakan kereta.
Aku dan Kiki juga melanjutkan perjalanan menggunakan kereta kembali dengan
tujuan Stasiun Pasar Senen.
Kami tiba di Stasiun Pasar Senen sekitar pukul 12an, aku dan Kiki pun
memutuskan untuk makan siang bersama di area Stasiun sambil menunggu beberapa
peserta dan panitia berkumpul. Setelah makan kami bergegas berkumpul dengan
beberapa peserta dan panitia kegiatan untuk melakukan Opening Ceremony
pelepasan peserta Peace Train Indonesia di salah satu ruangan di Stasiun.
Sore sudah mulai meredup, arlojiku juga sudah menunjukkan pukul 16.15 tepat
di saat aku sedang mengikuti acara pelepasan peseta kegiatan untuk menuju
gerbong perjalanan yang jauh. Mataku sudah tak lagi bisa menahan kantuk setelah
melalui perjalanan panjang dari Pontianak menuju Jakarta. Momen yang sudah
kutunggu sejak lama untuk mengikuti perjalanan di luar tempat tinggalku, hingga
tercapailah hari ini. Hari dimana aku mengikuti kegiatan Peace Train Indonesia
yang ke-11, semua lelah di sekujur tubuhku selama perjalanan terbayarkan dengan
bertemu orang baru dan menikmati perjalanan bersama menuju Stasiun Weleri yang
memakan waktu 6 jam perjalanan, kuabadikan semua di kameraku.
Di dalam kereta aku berbincang-bincang dengan beberapa peserta untuk
menghilangkan penat, saat kereta berhenti di Stasiun Cirebon aku dan beberapa
peserta turun untuk meregangkan otot-otot kami setelah lama duduk di dalam
kereta untuk melakukan sesi foto bersama, aku, Kiki dan Berto merokok setelah
sesi foto. Beberapa menit kemudian kereta melanjutkan perjalanan. Setelah
melewati perjalanan panjang kami akhirnya sampai Stasiun Weleri dengan disambut
panitia yang sudah bersiaga di lokasi dan kami pun melanjutkan perjalanan
menggunakan bis menuju Dusun Krecek yang memakan waktu 3-4 jam perjalanan.
Melewati beberapa jalur curam menggunakan bis, aku sedikit takut dan mabok
karena dinginnya AC bis dan hawa dingin di Temanggung. Aku akui supirnya jago
banget ngelewati jalur yang cuma untuk satu mobil, bagaimana tidak supir bis
begitu lihai mengendarainya tentu dengan asas keselamatan kami wkwk. Subuh
bertemu subuh, ungkapan yang bisa aku katakan karena perjalananku hampir
memakan waktu 24 jam akan tetapi dari semua itu terbayarkan sudah dengan
sambutan hangat warga Dusun Krecek yang menyambut kami dengan ginseng panas,
cocok untuk hawa dingin yang menyelimuti Dusun.
Kami diinapkan di beberapa rumah warga, 1 rumah terdapat 2 orang peserta.
Aku bersama dengan Richard atau biasa dipanggil Pace peserta dari Fakfak yang
berkuliah di Jakarta, kami menginap di rumah pak Supriyanto. Beliau orangnya
asik di ajak ngobrol dan supel sekali bung, sebelum tidur kami berbincang
sedikit mengenai Dusun Krecek dengan hawa dinginnya yang menusuk sambil
menikmati kopi khas Dusun yang di suguhi, setelah beberapa menit berbincang aku
dan Pace beranjak pergi ke kamar dan beristirahat.
Pagi yang cerah di Dusun Krecek, kami bangun untuk melanjutkan kegiatan
kami berkeliling rumah ibadah yang ada di Temanggung, sebelum pergi kami
menikmati teh khas Krecek yang bgitu menyegarkan. Pace berinisiatif untuk mandi
duluan, karena lamanya mandi si Pace jadi aku hanya mencuci muka (karena dingin
juga jadi malas mandi kwkw). Sesampainya ke tempat berkumpul kami, ternyata
kami yang paling terlambat. Para peserta dan panitia sudah menunggu lama.
Kami berangkat menggunakan 2 mobil bak terbuka, jalur yang mendaki dan
menurun membuat kami waswas dan berpegang erat pada pinggiran mobil. Namun,
dari semua itu pemandangan yang tidak bisa kami lihat di Kota membuat kami
having fun di atas mobil. Tujuan pertama kami yaitu Gereja Katolik Santo Petrus
Paulus, kami tiba sekitar pukul 11an. Setibanya kami di lokasi kami disambut
oleh Romo Fajar, Romo Fajar menjelaskan mengenai Agama Katolik dan Arsitektur
Bangunan Gereja yang tampak seperti di bawah jembatan, tujuan dari arsitektur
tersebut ialah agar menjadi jembatan penghubung antara Tuhan dan Manusia. Fakta
unik mengenai Romo yakni nama lengkapnya yang bernuansa Agama Islam yaitu Romo
Ibnu Fajar Muhammad, beliau menjelaskan bahwa namanya tersebut pemberian dari
orang tuanya dan mengandung makna dari nama Yesus.
Setelah 1 jam lebih kami berada di Gereja kami melanjutkan perjalanan
dengan mengunakan bis ke PCNU (Pengurus Cabang Nahdhatul Ulama) Kabupaten
Temanggung, sesampainya kami di sana kami makan siang terlebih dahulu dengan
menu khas Temanggung (aku lupa namanya) dilanjutkan dengan penjelasan mengenai
preventif Covid-19 dan New Normal, sehabis beberapa pemaparan kami mengisi
radio Santika FM yang masih satu gedung dengan PCNU Temanggung, masing-masing peserta
masuk 2 orang pembagiannya. Lalu, kami pun beranjak pergi ke Klenteng Tri
Dharma Cahaya Sakti tidak jauh dari lokasi kami sebelumnya untuk menerima
pemaparan tentang Agama Konghucu dari mulai cara berdoa hingga sejarah
berdirinya Klenteng tersebut.
Lalu setelah selesai mengunjungi Klenteng kami berangkat kembali ke Gereja
untuk berganti transportasi menjadi mobil bak terbuka lagi dan melanjutkan
perjalanan ke Komunitas Penghayat Sapta Dharma yang merupakan salah satu
penghayat yang ada di Temanggung. 1 jam telah berlalu kami pun tiba di lokasi
yang terletak cukup jauh dari Gereja, ini pengalaman pertamaku untuk bertemu
dengan Komunitas Penghayat Sapta Dharma karena sebelumnya aku tidak tahu sama
sekali mengenai Sapta Dharma.
Seharian kami menghabiskan perjalanan untuk mengunjungi tempat ibadah
beberapa agama dan penghayat, kami pun beranjak balik ke Dusun Krecek untuk
acara malam budaya dan bedah buku Ngaji Toleransi. Dalam kondisi ngantuk dan
lelah kami tetap coba untuk bersemangat agar apa yang disampaikan tidak ada
yang terlewati, hingga sampai lah di pengujung acara ditutup dengan makan nasi
tumpeng bersama. Setelah itu, kami beranjak balik ke rumah masing-masing untuk
beristirahat.
Jam menunjukan pukul 5 pagi tepat dimana kegiatan meditasi akan dilangsungkan,
kami berkumpul di tempat yang sudah ditentukan semalam. Setelah semuanya
berkumpul kami pun pergi ke Curug yang tak jauh dari Dusun Krecek tempat yang
biasanya dipakai untuk bermeditasi warga Dusun. Pemandangan dan suasana Curug
sangat mendukung kami untuk bermeditasi, setelah 15 menit meditasi satu persatu
peserta menceritakan apa yang dibayangkan pada saat meditasi berlangsung.
Setelah bermeditasi kami bersiap-siap untuk pergi dari Dusun Krecek karena
acara kami di sana sudah berakhir. Aku dan Pace berpamitan dengan orang tua
asuh kami di sana, dengan raut wajah sedih di campur bahagia kami salam dengan
satu persatu anggota keluarga asih kami.
Kami berangkat menggunakan bis dari Gereja yang kami kunjingi kemarin,
tujuan pertama hari ini ialah Wisata Umbul Jumprit yang berlokasi di daerah
Jumprit. Air yang segar sejenak melupakan lelah kami selama perjalanan, mata
air Umbul Jumprit ini pun merupakan satu-satunya air yang diambil untuk Hari
Raya Waisak di Candi Borobudur. Setelah menikmati air segarnya kami beranjak
pergi ke Wapitt (Wisata Alam Jumpit Temanggung) yang berlokasi tak jauh dari
Umbul Jumprit, disambut dengan pepohonan yang tinggi nan rindang dengan kabut
yang menyertainya membuat aku tak tahan ingin segera turun bis dan mengambil
beberapa spot foto yang indah nan asri.
Kami turun dengan nuansa alam yang masih alami diiringi dengan suara musik
band yang ada di sana, di sana terdapat pepohohan kopi dan strawberry
hidroponik yang dikelola oleh mantan Bupati Temanggung. Tujuan dibentuknya Wapitt
ialah sebagai pilot projek agar tempat lain yang serupa bisa berkembang menjadi
objek wisata untuk Temanggung. Puas dan menyegarkan setelah menimati pesona
alam Wapitt kami melanjutkan perjalanan menuju padepokan kuda luping Jaran
Kepang. Berbagai kuda lumping yang sudah jadi dapat kami lihat di sini, mulai
dari produksi 1950an hingga sekarang ada di sini terawat dengan rapi berjejer
di dinding-dinding padepokan.
Akhir perjalanan kami untuk pergi ke Stasiun Weleri ke Stasiun Pasar Senen
dan kembali beraktivitas seperti biasa. Jujur perjalanan yang menyedihkan
bagiku untuk meninggalkan Temanggung dan seisinya setelah 3 hari berada di sana
dengan banyak kesan menarik untuk dikenang.
0 Komentar